MULA MULA
Semula
Dia sudah ada, dan Dia memulai ada. Ada dunia, jagad raya beserta
isinya, Ada bumi dengan manusia bersama mahluk pendampingnya. Dia Mula
Jadi, Mula Tempah, mula dari segala sesuatunya yang semuanya harus
tunduk kepadaNya.
(Gondang ini umumnya dimainkan saat mengawali
acara “mamuhai ulaon” oleh hasuhuton. Sebelum “hasuhuton meminta
Mula-Mula, pargonsi lebih dulu memainkan uantaian 7 gondang secara
medley yang disebut “sipitulili”)
MULA MULA II (Paidua ni mula2)
Dia
diberi anugerah oleh Mula Jadi. Dia diberi kewenangan mengelola bumi
untuk pemenuhan kalangsungan hidupnya. Dia memulai karya dan usaha. Dia
yang pintar menuturkan sembah “Deak Marujar”. Dia yang pintar
menuturkan ilmu pengetahuan “Deak boto-botoan”. Dia yang pertama
menghadapi tantangan, kegelisahan, tangis dan gembira. Dia mengajarkan
cinta sesama. Dia yang pertama memohon ampun kepada penciptanya. Dia
yang pertama menuturkan sembah sujud kepada yang empu-nya, Mula Jadi
yang maha besar.
(Deak Parujar adalah Dewi pertama yang menjadi
manusia pertama menghuni bumi, begitulah kepercayaan batak dulunya.
Dialah yang memohon dan mengkreasi planet earth ini diantara
planet-planet yang sudah ada menjadi huniannya setelah memutuskan
mmenisah diri dari dunia dewata. Dia adalah memulai selanjutnya untuk
kreasi hidup di planet yang dihuni manusia ini)
SIHARUNGGUAN
Jadilah
manusia yang dicinta, pintar, bijak dan bestari. Yang memberi
pencerahan hingga didekati, yang memberi kehidupan hingga ditemani. Yang
memberi tuntunan hingga diikuti. Yang melakukan pembelaan dengan
keadilan hingga percayai. Dibelakang, dia ditunggu, didepan dia dikejar,
ditengan dia dikerumuni.
(Harungguan, adalah tempat berkumpul.
Pekan disebut juga harungguan. Siharungguan artinya yang dikerumuni.
Ini merupakan idealismenya pemimpin batak)
SIDABU PETEK
Demokrasi
baru muncul di tanah batak. Pemimpin yang dulunya muncul berdasarkan
karakter harajaon, pemimpin alam, berobah dengan menjagokan diri dan
siap untuk dilakukan voting.
Petek, merupakan koin suara yang
dimasukkan kedalam kotak suara dan selanjutnya dihitung. Mulai muncul
rasa cemas, menang atau kalah. Butuh kesiapan mental, menerima kedua
resiko.
Kalah, harus diterima menjadi kewajaran, walau tidak
dapat dipungkiri akan muncul rasa kecewa. Hanya yang berjiwa besar yang
dapat menerima kekalahan dan mengakui kemenangan kepada saingannya.
(Berdasarkan
pengalaman Panuhari, seorang pargonsi yang ikut pemilihan kepala
kampung di salah satu wilayah di Samosir. Dia menggambarkan gejolak
antara semangat dan kecemasan mengawali penyertaannya. Fakta, dia harus
menerima kekalahan dengan berlapang dada walau diawali dengan rasa
kecewa.)
SIBUNGKA PINGKIRAN
Kegagalan
akan menimbulkan kekecewaan. Kehilangan akan menimbulkan kesedihan.
Larut dalam duka akan menenggelamkan semangat perjuangan.
Selagi
masih dapat berpikir, mari memulai. Selagi masih memiliki kaki, mari
berdiri. Ayunkan selangkah hingga kamu dapat berlari.
(Sibungka
Pingkiran, adalah mengajak manusia untuk tidak tenggelam dalam
kegagalan. Mengajak bergerak dinamis dengan mengutamakan kecerdasan,
mampu menganalisa dan tepat membuat keputusan.)
HOTANG MULAKULAK
Hidup
adalah perjalanan. Ke depan adalah tujuan. Namun dalam menempuh
perjalanan itu tak pelak kadang harus melewati awal keberangkatan,
meninggalkan, berkeliling. Tanpa disadari, tanpa dilakukan penghitungan,
manusia sudah melakukan perjalanan menuju kedepan namun berulang
melintasi titik keberangkatan.
(Hotang, adalah rotan yang tumbuh
menjalar melalui tanah, ranting pohon lain, membelit berkeliling
hingga melilit batang awalnya. Perjalanan jauh kemungkinan besar akan
kembali ke asalanya. Hati yang menjauh juga diharapkan akan kembali
kepada untaian kasih yang sempat tertinggal dan terabaikan)
ALIT-ALIT
Hidup
bagaikan melintasi hutan belantara. Setiap persimpangan harus diingat
dan dibuat tanda arah ke tujuan yang akan dicapai. Kelengahan membaca
dan mengingat pertanda menentukan arah akan menyesatkan perjalanan,
menghabiskan waktu dan melelahkan.
(Alit-alit, diciptakan Aman
Jabatan seorang pargonsi dari Samosir berdasarkan pengalamannya yang
tersesat dalam perjalanan. Yang seogianya ditempuh dalam 2 jam, dia
tersesat selama satu hari.)
BINTANG SIPARIAMA
Bintang
Sipariama sudah muncul. Masa panen pun menjelang. Semangat semakin
bergelora, dibarengi kesibukan berbagai persiapan. Kebersamaan pun
digalang untuk melakukan panen bersama, “siadap ari” bergantian memetik
padi. Tidak ada guna rebutan jadwal, karena kematangan padi yang
menentukan. Kegentingan hidup selama “haleon” pacekelik mencair, seraya
mengucap syukur kepada Maha Kasih.
(Bintang Pari, adalah
pertanda dalam hitungan bulan batak “sipahatolu”. Pada saat itu musim
panen mulai marak di Toba. Bila tidak memiliki hasil panen pada bulan
ini disebutkan kelaparan di musim panen “anturaparon di sipahatolu, atau
anturaparon di sipariama. Biasanya dilontarkan kepada yang malas
bekerja dan selalu mengemis menyambung hidup.)
BINTANG NAPURASA
Gemerlap
cahaya bintang napurasa akan memerikan keindahan dalam hiasan langit
malam. Gemerlap bintang adalah kodratnya yang hanya bisa dilihat di
saat kelam. Gemerlap Bintang Napurasa tidak abadi setiap malam. Bila
gemerlap datang dan menghilang ingatlah kepada bintang dilangit. Tak
selamanya keinginan menjadi kebutuhan. Tak selamanya kebutuhan diukur
dengan gemerlap.
(Bintang Napurasa adalah yang nampah jelas
menjelang pagi hari. Kecemerlangan seseorang diibaratkan seperti bintang
bersinar terang. Kecemerlangan adalah idaman setiap orang, namun ada
sebagian masih dalam harapan sehingga lebih sering menjadi pengagum
kecemerlangan orang lain)
HATA SO PISIK
Memikul
muatan berat, bila lelah, istirahat adalah kesempatan pemulihan
tenaga. Bila beban itu ada dalam pemikiran, adalah mustahil dapat
diringankan dengan istirahat fisik, karena akan selalu muncul tak
beraturan menjadi beban dalam pemikiran.
Seorang pemimpin kadang harus menyimpan rahasia yang tidak dipublikasikan kepada masyarakat untuk mencegah konflik.
(Gondang
ini terinspirasi oleh Sisingamangaraja I ketika menerima amanah dari
Raja Uti untuk tidak menyebutkan wujud fisik beliau. Tanda dari
perjanjian itu kepada Sisingamangaraja I diberi tabutabu siratapullang,
sian i ro tusi sumuang molo diose padan. Di tengah perjalanan saat
Sisingamangaraja istirahat, beliau terkenang dan dalam hati menyebut
wujud dari raja Uti. Beliau terkejut, dan tabutabu sitarapullang pun
menghilang. Gondang ini lajim dipinta oleh para Raja untuk mengenang
beban tugas mereka dan banyaknya rahasia yang harus dipendam namun
harus diselesaikan dengan bijaksana. Irama gondang ini sangat beda
dengan gondang “Marhusip” yang sering disebut selama ini Hata So
Pisik.)
ALING-ALING SAHALA
Para
Raja di kalangan Batak tempo dulu sangat menjaga etika moral, hukum
dan adat istiadat. Kapasitasnya dalam menegakkan kebenaran di
masyarakat adalah wujud dari kehormatan (hasangapon) dan menjunjung
kewibawaan (sahala) pada diri mereka.
Bila nilai tak dapat
dipertahankan maka “sahala” (karisma) akan ambruk. Ibarat tanduk yang
tercabut dari kepala. Penyesalan tiada guna.
Para Raja Batak
dulu mengalami degradasi dengan masuknya peradaban modern melalui
penjajahan dan missi agama. Kewibawaan mereka dicabut, perilaku mereka
dipandang sesat. Keturunan mereka satu persatu mulai menjauh.
Duka
dihatinya tak ditangiskan. Keterpurukan wibawanya bukan karena
kesalahan. Sahala mereka mulai menjauh. Mereka berseru melalui gerakan
tari diiringi irama; “Mengapa ini harus terjadi?.
(Aling-aling
Sahala, diartikan sebagai mengenang/memanggil kembali karisma diri
mereka yang hilang dan permohonan maaf kepada Pencipta yang memberikan
derajat kehormatan itu (dulu) kepada mereka.)
RAMBU PINUNGU
Kehidupan
penuh dengan keanekaragaman. Manusia memiliki pahala masing-masing dan
sifat berbeda dalam menjalankan kehidupannya. Bagi seorang pemimpin
adalah pekerjaan penuh kecermatan dalam mempersatukan masing-masing
perbedaan karakter manusia. Mereka butuh kebijaksanaan dan ilmu
pengetahuan untuk mampu mengemban tugas mulia, mempersatukan derap
langkah masyarakat dalam kedamaian, kerukunan dan ketaatan dalam hukum.
(Rambu,
adalah untaian pada ujung ulos. Pinungu, artinya dihimpun. Para raja
dikalangan batak biasanya menggunakan “talitali” ikat kepala lambang
kebesaran yang disebut “tumtuman”. Dari kain hitam yang kedua
diujungnya ada rambu warna merah.)
BINDU MATOGA
Aku
tanpa kamu tidak berarti. Kamu tanpa aku apakah ada arti? Kamu, aku
dan dia adalah kita. Kita bersama memadu pikir demi kepentingan kita
dan mereka. Hidup kita bangun, semangat kita galang, setiap sisi kita
hempang dari serangan. Selamatkan jiwa dari tindakan buruk orang yang
tidak sejalan. Lindungi diri dari serangan penyakit yang membahayakan.
Lakukan kajian dimana sisi lemah yang dapat menghancurkan.
Kita
adalah sama. Karena bersama kita tegar “toga”. Dalan semua sudut, sisi,
waktu, kita catat dalam “bindu” halaman kerja, apa yang sudah kita buat
dan apa yang masih perlu dilakukan tindakan. Semua demi keutuhan dan
kebersamaan.
(Bindu Matoga. Digambarkan dengan garis segi empat
bertajuk delapan sesuai dengan mata angin. Digambarkan sebagai
penguasaan semua system alam dengan mencegah hal buruk yang dapat
merusak keutuhan dan kesehatan. Nujum bindu matoga sering dilakukan
peramal untuk mengetahui dari mana kemungkinan datangnya musuh, penyakit
apa yang mungkin muncul. Tindakan apa yang harus dilakukan mengatasi
masalah demi kesejahteraan masyarakat.)
SIDOLI NATIHAL
Masa
muda bagi seorang pria penuh dengan gairah. Mulai memasuki area
kompetisi menunjukkan eksistensi seorang perjaka. Mereka berekspresi
penuh dengan tingkah polah untuk mendapat perhatian publik dan lawan
jenisnya. Dengan dorongan sifat dinamis untuk mendapat pengakuan.
Kadang, mereka salah dalam tingkah laku kemudaannya.
(Biasanya diperdengarkan saat Gondang Naposo dimana para pria menari menunjukkan kebolehannya penuh dengan gaya.)
TANDUK NI HORBO PAUNG
Seseorang
yang memiliki kehormatan, adalah yang memegang teguh etika moral dan
taat hukum. Dia terkontrol oleh penghormatan kepada dirinya itu dalam
semua sikap dan perilakunya. Rambu ini membatasi kebebasan dirinya
dalam setiap kesempatan, ibarat kerbau yang bertanduk panjang menjalani
lorong sempit. Lolos dalam perjalanan yang penuh tantangan dan godaan
adalah kemenangan baginya.
(Nama gondang ini dulunya disebut
juga PARDALAN NI HORBO SISAPANG NAUALU. Seekor kerbau yang bentang
tanduknya panjang sekitar satu meter. Lorong sempit yang disebut balubu
atau bahal adalah lintasan segala ternak ke perkampungan. Kerbau itu
kadang kesulitan akibat sempitnya lorong atau adanya dahan yang
menjorok ke bahal.)
LILIT TU METER
Kecerdasan
dan intelektual Batak sudah teruji sejak jaman dahulu kala. Pertanda
dari kecerdasan mereka itu dapat kita lihat dengan bangunan rumah adat,
gorga dan ulos. Mereka melakukan pengukuran dengan istilah “suhat”
untuk panjang dan tinggi “lilit” untuk mengukur lingkaran.
Dengan
datangnya alat ukur “meter” mereka semakin terbekali dan mendapatkan
keseragaman ukuran. Ketika meter kayu digunakan, mereka kebingungan saat
mengukur diameter karena tidak dapat melilit seperti kebiasaan mereka.
Hingga mereka melakukan ukuran kepada tali kemudian mereka melakukan
pengukuran dengan melilit.
Apa yang mereka hasilkan hanya dengan
pengukuran “suhat” dan “lilit”? Apa perbedaan setelah menggunakan
meter? Semua konstruksi, petakan sawah, saluran irigasi, planologi
perkampungan yang mereka ciptakan sebelum mengenal meter saat ini masih
abadi.
(Pendidikan modern hanya penambahan bekal intelektual
mereka. Ini membuktikan bahwa mereka mampu beradaptasi dengan
perkembangan tanpa harus menyebut mereka “bodoh, tertinggal, primitive”
sebelum pendidikan formal hadir.)
TUKTUK HOLING
Beragam
lambang kebanggaan manusia sejak muda hingga tua. Orang tua batak
biasanya makan sirih. Bila gigi sudah makin lemah hati mengeluh, mereka
butuh alat penumbuk sirih. Alat penumbuk dikenal setelah datangnya
logam yang dibuat khusus menumbuk sirih. Kadang alat penumbuk itu
dibuat beragam variasi yang indah dengan material tembaga dan perak.
Ada juga yang menempahkan dengan lilitan penghias dari emas. Mereka
membanggakan peralatan itu layaknya seperti perhiasan.
Alat penumbuknya dibuat dari besi tembaga keras yang kelak menghentak keras bagaikan patukan burung berparuh besi.
(Tutuk
Holing, adalah nama burung yang berparuh keras yang dapat melobangi
batang kayu keras untuk membuat sarang dan dan mencari makanan.)
PARSOLUBOLON
Hidup
adalah perjuangan. Perjuangan tidak luput dari tantangan. Kebersamaan
adalah pengumpulan kekuatan. Kesepahaman adalah akselerasi keragaman
potensi diri dalam menjalankan misi bersama untuk sampai di tujuan.
(Solubolon,
adalah sampan besar yang muat sekitar 12 orang. Parsolubolon adalah
mereka yang sedang mengarungi perairan dengan sampan besar itu. Mereka
memiliki pedoman dasar “masihilalaan” tenggang rasa. Bila pengendali
kemudi tidak pintar, pengayuh akan kewalahan. Sebaliknya bila pengayuh
tidak pintar, maka pengayuh lainnya akan kelelahan dan pengemudi akan
repot. Akselerasi potensi “parsolubolon” akan mampu menghindari bahaya
dari serangan ombak.)
SAPADANG NAUSE
Panganan
utama orang batak adalah nasi yang terbuat dari beras berasal dari
padi. Bila hasil panen mencukupi bekal satu tahun maka kekhawatiran pun
sirna.
Bila bekal padi tidak mencukupi maka sapadang yang tumbuh liar di ladang pun dipetik.
Tidak
ada kata kelaparan bila bijak mengolah hidup. Tidak ada yang hina bila
kenyang makan tanpa beras. Ubi dan Sapadang adalah jalan keluar dari
kemelut ketersediaan bekal beras yang terbatas.
(Sapadang adalah
tumbuhan mirip gandum biasanya tanamn liar. Sapadang Nause adalah
bijian yang bernas dan tua yang memberikan semangat bagi yang
menemukannya. Sapadang diolah dengan telaten dan dimasak hingga nikmat
dimakan sebagai pengganti nasi yang terbuat dari beras. Nause tidak
mengandung pengertian “tumpah, berhamburan” tapi “sesak, padat, bernas,
keluar dari” dalam kulitnya.)
SEKKIAN TALI MERA
Judi
kadang membahagiakan, namun lebih banyak berdampak kesusahan. Senang
saat permainan dijalankan, tapi kerugian bila menuai kekalahan. Mereka
menghayal akan menang, mengharap mendapat giliran “ceki” penentu
kemenangan. Bila kartu penentu warna merah muncul, hentakan kegembiraan
muncul.
Pengalaman para penjudi selalu menyimpulkan, lebih
besar kesusahan daripada kebahagiaan dari permainan judi. Badan
tersiksa, pekerjaan terlantar, harta benda tergadai.
(Bedasarkan
pengalaman penjudi kalangan masyarakat Batak jaman dulu yang selalu
menghimbau agar terhindar dari ketagihan permainan itu dan bekerja
dengan giat adalah yang terbaik.)jadi ta orui namarjuji i
Disamping semua jenis Gondang yang disebut diatas, saat ini sudah lazim diperdengarkan gondang yang berasal dari berbagai sumber, misalnya : lagu-lagu pop batak masa kini, improvisasi dari gondang-gondang yang sudah pernah ada, dan lain-lain yang ditujukan untuk lebih memeriahkan suatu acara dan juga untuk memperkaya kesenian Gondang itu sendiri.
sumber :
1. http://www.facebook.com/groups/234793193216839/?id=282503595112465&ref=notif¬if_t=like
2. Diolah dari berbagai sumber
mantap...lanjutkan berkarya hehehe
BalasHapusiya bang
Hapus